....(lanjutan dari part I)
Berbagai ormas Islam perlu menyadari, apabila sebuah perbedaan telah menjadi suatu keniscayaan dan tidak ada titik kompromi, maka perbedaan mungkin dapat dimaklumi. Tapi jika ada titik kompromi yang berlandaskan syar’i dan sejalan dengan ruh dan petunjuk Islam yang mengedepankan persatuan, maka tidak ada alasan untuk terus memelihara perbedaan yang ada.
Selain itu, masalah perbedaan hari Idul Fitri di Indonesia dapat diselesaikan dengan menjadikan pemerintah sebagai pihak yang menentukan hari Idul Fitri bagi segenap kaum muslimin di Indonesia dengan menerima masukan dari tokoh-tokoh ormas Islam, ulama dan kaum Muslimin umumnya.
Tentang metode penetapannya diserahkan pada pemerintah, melalui perangkat dan ahlinya. Jadi kalau sekarang pemerintah menganut metode rukyah maka yang menganut hisab harus berlapang dada. Dan jika suatu saat pemerintah menganut metode hisab, maka yang menganut metode rukyah harus berlapang dada.
Perlu pula digaris bawahi, hal ini bukan bentuk meninggalkan pendapat yang dianut, tapi untuk kepentingan ibadah dan kemaslahatan yang lebih besar. Dalam hal ini kita mendapatkan contoh dari Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam dimana beliau meninggalkan sesuatu yang beliau pandang baik tapi bukan wajib demi menjaga keutuhan umatnya. Beliau tidak mengubah bentuk Ka’bah sesuai bentuk aslinya di zaman Ibrahim, padahal beliau ingin dan telah berdaulat di Makkah.
Meninggalkan yang sunnah demi yang wajib adalah jelas syariatnya dan telah disepakati oleh kaum muslimin dari masa ke masa. Contoh lain, salah seorang ulama shahabat bernama Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu mengkritik khalifah Utsman radiyallahu ‘anhu dalam perkara tidak mengqoshar shalat (dhuhur,ashar dan isya) di Mina dan beliau meyakini itu bertentangan dengan sunnah. Tetapi ketika haji , beliau (Ibnu Mas’ud) radiyallahu ‘anhu meninggalkan pendapatnya untuk tidak mengqoshar sholatnya (mengikuti pendapat sang Khalifah) demi persatuan ummat.
Akhirnya, teriring harapan agar semua pihak yang telah atau akan menentukan hari Id berbeda dengan apa yang ditetapkan oleh pemerintah dapat menyesuaikan dengan apa yang akan ditetapkan oleh pemerintah yang merupakan representasi mayoritas umat Islam. Meski dipersilakan untuk tidak berpuasa pada hari yang telah diyakini sebagai hari Idul Fitri.
Di sisi lain, ormas dan kaum muslimin yang sejalan dengan penetapan pemerintah hendaknya pula tidak membanggakan diri. Sebaliknya, harus menghargai orang-orang atau organisasi yang sekalipun mereka tidak berpuasa lagi, tapi mau menyesuaikan shalat idnya dengan mayoritas umat dalam rangka menjaga persatuan dan ukhuwah Islamiyah.
Semoga Allah senantiasa membimbing dan mencurahkan rahmat dan berkahnya kepada kita semua.
Fiman Allah Shubhana wa ta ‘ala dalam Al-Qur’an:
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah(Q.S. 3:103):
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih