Sabtu, 21 September 2013

Seorang Lelaki dari Ujung Kota

Muqaddimah
Sebagai hamba Allah, dalam berbagai momen dan kesempatan, hendaknya kita senantiasa memuji Allah, karena pada setiap desahan nafas dan detak jantung, ada tetesan dan limpahan nikmat dan Rahmat Allah. Dan tidak satupun jalan yang mendatangkan kemurkaan Allah, melainkan jauh-jauh hari  telah diperingatkan oleh Rasulullah. Maka Nabi tidak meninggalkan ummatnya melainkan dalam keadaan agama ini terang benderang, bahkan sampai malamnya seperti siang.  

generasi pertama dari kalangan umat Islam (para shahabat), begitu setia mendampingi Rasulullah memperjuangkan Islam. Mereka senantiasa memikirkan bagaimana memperjuangkan agama Allah. Ketika datang panggilan dari Rasulullah ‘siapakah dari kalian yang ingin menghadang, menjauhkan kaum musyrikin dari  menyerangku?’ 

maka setiap dari mereka membusungkan dadanya dan berkata ‘ana lahu ya rasulullah’ “sayalah orangnya yang siap menghadapi orang yang menyerangmu” Banyak diantara mereka yang meneteskan air mata  ketika tidak diizinkan oleh Rasulullah untuk ikut  berperang secara langsung, berjihad di jalan Allah.

bukan menjadi syarat bahwa orang yang memperjuangkannya harus dari kalangan orang yang berilmu, ulama, atau yang membantu dengan harta, melainkan semua muslim punya kewajiban dan tanggung jawab untuk memikirkan tentang persoalan dakwah.

Kisah Seorang Lelaki
Di dalam Al-Quran dikisahkan tentang seseorang yang perasaannya gelisah. Ia tidak tenang ketika mendapati kaumnya, yang telah Allah utus kepada mereka dua orang rasul, bahkan menambah lagi tiga orang rasul, pada zaman yang sama. Maka tampillah ia, seorang yang bukan dari kalangan Nabi atau Rasul, yang tidak disebutkan namanya dalam Al-Quran. Namun karena merasa  terpanggil, ia meninggalkan tempatnya di pinggir kota, dan mendatangi kaumnya. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an:
 “Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata: Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu” (QS.36:20)