Permasalahan
Suriah menjadi panjang karena terjadi tarik ulur berbagai kepentingan diantara
negara-negara superpower yang menguasai dewan keamanan PBB, dan juga
kepentingan politik Syi’ah dan Israel.
Banyak
kekuatan internasional yang berusaha memberi pengaruh terhadap hasil perang
Suriah. Mulai dari Amerika, Rusia, Turki, negara-negara Arab, Iran, Eropa,
Israel hingga China sebagai aktor-aktor negara.
Kami
akan membahas tentang kubu Amerika dan Rusia, beginilah kira-kira perbedaannya:
(Blok
Barat)
1.
Amerika
Tak
ada keuntungan ekonomi besar bagi Washington di Suriah, tak ada sumber daya
alam besar, tak ada cadangan minyak raksasa, dan ekonomi Suriah pun biasa saja.
Namun secara secara umum, Amerika tetap ingin memastikan grand design
geopolitik mereka berjalan dengan baik, yaitu agenda demokratisasi dan
liberalisasi banyak negara di seluruh dunia agar memiliki pemerintahan jinak
terhadap kebijakan gedung putih. Agenda semacam sebenarnya ini sudah
dicanangkan sejak era perang dingin. Salah satu caranya adalah menekan apa yang
Amerika anggap sebagai gerakan 'Islam Fundamentalis' di negeri-negeri kaum
Muslimin.
Tentu
saja kelompok Islam yang diklasifikasikan 'fundamendal' adalah yang tidak akan menurut
pada Amerika dan menginginkan Syari'at Islam sebagai dasar tertinggi dalam
suatu negara. Mereka adalah yang biasanya disebut sebagai “Wahabi” atau
semacamnya. Amerika tidak akan mau Suriah jatuh ke tangan "Wahabi”, ke
tangan Mujahidin.
Amerika
hanya mau melihat rezim Assad (Nushairy, sosialis sekuler dan turun temurun)
lengser dan digantikan oleh rezim yang menurut Amerika “jinak” dan dapat
dikontrol sesuai kepentingan mereka di kawasan itu. Terutama dalam hal
kelangsungan demokratisasi timur tengah dan negara tetangga "stabil"
bagi eksistensi Israel. Dimana dinasti Assad sudah puluhan tahun membuktikan
hal ini seusai perang Arab-Israel ke-3.
Sehingga
Amerika tidak mau pergantian pemerintahan di Suriah malah jatuh pada kelompok
Islamis yang dicap fundamental (menurut klasifikasi mereka tadi). Kelompok
Islam ini diwakili oleh elemen gerakan jihad Ahlussunnah dalam melawan Syi’ah.
Seperti kelompok Ash-Salaf,kelompok Jihad, Ikhwanul Muslimin, Asyariyah, dan
mujahidin-mujahidin independen lainnya yang menginginkan tegaknya syariat Islam
di Negeri Suriah. Ditambah ide-ide visioner untuk membebaskan al-Aqsa di masa
depan. Amerika sudah belajar banyak dari pengalaman mereka di Afghanistan saat
ikut berperan mengalahkan komunis. Yaitu saat Taliban berhasil naik ke tampuk
kekuasaan seusai komunis kalah.
Berbagai
upaya sudah dilakukan Amerika agar memiliki sekutu "moderat" di
Suriah, seperti proyek pelatihan dan mempersenjatai oposisi "moderat"
senilai ratusan juta Dollar gagal total karena tidak jelas hasilnya. Mungkin
suatu saat menurut Amerika, kelompok sekuler akan berbenturan dengan kelompok
Islamis.
Secara
sederhana, bagi Amerika status quo Suriah saat ini di bawah rezim Syi’ah
Nushairiyah dinilai memiliki "maslahat" lebih besar dan “mudharat”
lebih kecil daripada jika Suriah jatuh ke tangan mujahidin lalu menjadi negara
berideologi Islam yang menerapkan syariat. Suriah di bawah Basyar Al-Assad
telah terbukti menjadi Anjing penjaga yang mengamankan salah satu pintu Israel.
Buktinya?
Amerika
pernah mencanangkan pertemuan Jenewa antara oposisi dan Assad yang gagal total.
Bahkan kemudian direktur CIA, John Brennan, memberi pernyataan yang
mengindikasikan bahwa Amerika tidak ingin rezim Nushairiyah ini tumbang jika
dapat memuluskan kelompok "ekstrimis" untuk berkuasa. Amerika tidak
mau para "ekstrimis" berbaris untuk merebut Damaskus.
Kemenangan
Mujahidin di Suriah akan menjadi ancaman serius bagi Israel, karena mereka akan
berhadapan langsung dengan musuh tanpa tirai apapun. Terlebih jika
senjata-senjata mematikan milik rezim juga jatuh pada mujahidin dan bangkitnya
kekuatan Islamis di level negara beberapa tahun setelahnya. Hal ini akan
menjadi momok bagi Tel Aviv.
Jadi begini urutan opsi bagi Amerika dari yang ideal sampai yang tidak:
-Suriah menjadi negara demokratis, liberal dan sekuler. Sekutu Amerika. Damai dengan Israel.
-Suriah tetap di bawah kediktatoran, namun jadi sekutu Amerika. Dan damai dengan Israel.
-Suriah menjadi negara demokratis, liberal dan sekuler. Bukan sekutu Amerika. Damai dengan Israel.
-Suriah di bawah kediktatoran, bukan sekutu Amerika. Namun secara de facto damai dengan Israel. (Inilah posisi rezim Assad sekarang)
-Suriah jatuh ke kelompok Islamis, anti Amerika dan ingin menghancurkan Israel (skenario terburuk)
-Suriah menjadi negara demokratis, liberal dan sekuler. Sekutu Amerika. Damai dengan Israel.
-Suriah tetap di bawah kediktatoran, namun jadi sekutu Amerika. Dan damai dengan Israel.
-Suriah menjadi negara demokratis, liberal dan sekuler. Bukan sekutu Amerika. Damai dengan Israel.
-Suriah di bawah kediktatoran, bukan sekutu Amerika. Namun secara de facto damai dengan Israel. (Inilah posisi rezim Assad sekarang)
-Suriah jatuh ke kelompok Islamis, anti Amerika dan ingin menghancurkan Israel (skenario terburuk)
2.
Israel
Negara
Yahudi ini menginginkan kestabilan dan tidak akan tenang terhadap resiko
ancaman sekecil apapun. Bagi Israel, jika harus memilih, antara "kemenangan
Assad atau Mujahidin?" maka yang dipilih adalah Assad. Hal ini dibuktikan
ketika Putin melancarkan kampanye militernya di Suriah untuk memperkuat Assad,
Israel adem ayem saja. Sebaliknya, ketika para pejuang Suriah terus mengancam
Damaskus, Israel tampak ikut kepanasan lalu menurunkan jet-jetnya mengincar
berbagai fasilitas militer rezim (takut direbut oposisi?).
3.
Uni Eropa
Negara-negara
benua Biru terkenal dengan menjunjung tinggi nilai HAM mereka. Inggris
misalnya, 100% menyatakan bahwa tak ada Assad di masa depan politik Suriah.
Menurut Eropa, rezim Assad adalah penjahat yang tak boleh diajak berkompromi
sedikitpun. Sehingga dengan hancurnya rezim ini maka solusi politik selanjutnya
akan tercapai. Meski gagasan penerapan Syari'at di negara Suriah baru jelas
akan ditentang oleh Eropa.
Namun
kepentingan Eropa tak terlalu signifikan selain soal jalur perdagangan dari
wilayah selatan (Afrika) dan upaya agar secepatnya menghentikan arus pengungsi,
sehingga mereka tak akan pula bertindak lebih jauh untuk menjatuhkan Assad.
(Blok
Timur)
1.
Rusia
Beruang
merah sangat berkepentingan terhadap kelanggengan rezim Assad sebagai sekutu
penting di kawasan ini. Di perairan Mediterania, hampir semua akses perairan
ini berada di tangan blok barat (NATO) dan secara militer akan menjepit Rusia
yang keluar dari perairan laut Hitam.
Pihak
Moskow sudah banyak kehilangan sekutu tradisionalnya dan hal ini buruk untuk
geopolitik atau geomiliter. Sehingga Rusia menginginkan kelanggengan rezim
Assad sebagai sekutu di kawasan itu untuk daya tawar tandingan bagi NATO yang
dikabarkan telah "menitipkan" puluhan hulu ledak nuklir di Turki.
Berhadapan langsung dengan wilayah Kaukasus Rusia (kejadian ini mirip kejadian
krisis Kuba ketika Uni Soviet memasang rudal nuklir di Kuba).
Rusia
sendiri “dijahili” NATO dengan membelotnya Ukraina, dan tentu saja Putin tak
akan melepas Suriah begitu saja. Entah sejahat apapun itu Assad. Peran Rusia
dalam mendukung Basyar sangat besar sekali sejak perlawanan terhadap rezim ini
terjadi. Dimulai dari pembelaan kejahatan perang Assad dari sanksi DK PBB dan
terbaru melakukan intervensi militer menyerang oposisi dengah dalih melawan
ISIS. Lalu utang Assad kepada Rusia, membuat Putin tak ingin uang negaranya
menguap begitu saja jika rezim Suriah berganti.
Hampir
sama dengan gaya moyangnya, Uni Soviet, aksi militer Rusia terlihat sangat
kasar dan memakan korban tanpa pandang bulu. Walau kami melihat bahwa aksi
militer brutal Rusia ini juga untuk menunggu reaksi negara-negara Arab soal
kelangsungan perang harga minyak yang dilancarkan Arab Saudi.
2.
Bagaimana dengan Syi'ah Iran??
Mereka
butuh Suriah sebagai kurungan Syi’ah agar dapat mengepung Arab Saudi
(Haramain). Dan bermimpi menguasai Haramain suatu saat nanti di bawah imam
Mahdi mereka (tokoh fiktif). Sebenarnya agama Nushairiyah (Alawite) berbeda
dengan agama Rafidhah 12, dan saling mengkafirkan.
Jika
dilihat lebih dalam, dukungan Iran kepada Assad memiliki agenda tersembunyi
untuk menancapkan pengaruh agama Twelver di Suriah, yaitu atas dasar
"sama-sama" cinta Ali, Husein dan imam-imam lainnya yang dikultus 2
jenis Syi'ah tersebut. Ibaratnya Rafidhah sedang berupaya berdakwah pada sekte
Syi'ah yang lebih ekstrim ini dengan mengambil momentum terjepitnya mereka oleh
revolusi Ahlusunnah, karena Hafidz al-Assad (bapaknya Basyar) sebenarnya tidak
harmonis dengan Iran. Mirip dengan apa yang dilakukan Iran terhadap ideologi
Zaidiyah melalui gerakan para pengacau Houthi di Yaman. Metode Iranisasi dan
Syi'ahisasi serupa juga diterapkan di Indonesia menyasar kaum Sufi dan
tradisionalis.
Iran
sudah menguasai Lebanon hampir 3/4 jalan melalui tangan milisi Hizbullatta,
Irak nyaris di tangan, Yaman direbut melalui Houthi tapi diserang Saudi, lalu
Bahrain yang gagal total.
Turki
dan negara-negara Arab
Negara-negara
seperti Turki, Arab Saudi, Qatar dkk, tidak sepenuhnya berada di pihak blok
barat. Tetapi selama ini dalam forum politik dunia, mereka memanfaatkan Barat
untuk dibenturkan dengan Rusia dkk dalam upaya menjatuhkan Assad. Dukungan
mereka terhadap revolusi Suriah sudah tak perlu dipertanyakan lagi. Dana,
kemanusiaan, senjata, politik dll.
Turki
di bawah presiden Erdogan oleh kalangan IM dijadikan "ibukota" baru
kebangkitan dunia Islam. Tentu saja akan sangat membutuhkan Suriah yang berada
di bawah panji Islam sebagai mitra, juga sekaligus menjadi negara satelit untuk
praktek ideologi Islam secara lebih leluasa dibanding di dalam negeri Turki
sendiri yang hingga hari ini masih berkonstitusi sekuler.
Begitu
pula dengan Arab Saudi dkk yang tak ingin kalah ikut berperan bagi dunia Islam.
Tetapi Saudi tetap waspada dengan ideologi "Salafi Jihadi" di Suriah,
utamanya cabang Al-Qaeda yang anti terhadap seluruh sistem negara di dunia saat
ini.
Peran
ISIS?
1.
Bagi Amerika, ISIS menjadi hantu-hantuan agar Washington bisa melakukan
agendanya di Suriah sebagai negara superpower, tapi tetap jaga jarak untuk
mengindari keterlibatan lebih jauh berbiaya dan beresiko besar (kecuali hanya
serangan udara tak jelas). Lalu menempuh cara dengan mencari siapa kira-kira
yang bisa diajak kerja sama jangka panjang. Entah oposisi "moderat",
suku Kurdi atau yang lainnya. Intinya Amerika baru sekedar ancang-ancang.
2.
Bagi rezim, selama ini ISIS tidak diperangi secara total. Rezim tahu jika ISIS
bukanlah masa depan yang diinginkan oleh rakyat Suriah. Kemajuan ISIS bukanlah
kemajuan rakyat Suriah, karena ini adalah kemenangan yang sangat keropos.
Terlebih bagi ISIS, memerangi orang-orang "murtad" dan
"shahawat" (yaitu Mujahidin) lebih utama daripada memerangi rezim
Syi'ah itu sendiri. Tentu konsep takfiri ini sangat membawa maslahat bagi
rezim. ISIS pun menjadi hantu yang dibenturkan dengan kelompok lain. Data
menunjukkan, bentrokan ISIS lebih banyak ditujukan pada pejuang Suriah daripada
dengan militer Assad.
Rusia
sendiri terbukti telah menggunakan ISIS dan teroris untuk menyokong rezim jahat
Assad dalam menghadapi perlawanan pejuang Suriah.
Penutup
Kepentingan-kepentingan
ini lah yang membuat perang Suriah begitu rumit. Masing-masing pihak akan
kesulitan untuk mewujudkan keinginannya secara utuh dan dengan cepat.
Kewajiban
kita sebagai umat Islam adalah mengharapkan yang terbaik bagi kaum muslimin
Suriah, mendoakan ketabahan bagi mereka, dan juga yang terpenting adalah
memberikan berbagai dukungan untuk meringankan penderitaan mereka. Kehidupan
mereka telah menjadi “santapan” sebuah rezim horor, sekte Khawarij dan menjadi
permainan negara-negara besar.
Wallahu
'Alam
-----------------------------------
Mari
membantu perjuangan Ahlusunnah Suriah melalui Misi Medis Suriah dengan
menyisihkan harta kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih