Copas dari: Rumahtarbiyah.com
Oleh : Ustad Maulana La Eda, Lc. Hafizhahullah
(Mahasiswa S2 Jurusan Ilmu Hadis, Universitas Islam Madinah)
(Mahasiswa S2 Jurusan Ilmu Hadis, Universitas Islam Madinah)
Hanya sekitar 20an kosa kata, namun kandungan dan maknanya sangatlah luas dan
mempesona. Bila kita benar-benar menyelaminya sembari menelaah ucapan para ulama dan ahli tafsir tentang maknanya, satu kitab pun tak akan cukup tuk mengupas
tuntas keindahan dan pesona tadabburnya. Bukan syarah atau penjelasan hukum dan faedah ilmiyah yang luas tentang puasa yang saya maksud, namun ia hanyalah tadabbur dan renungan makna yang disarikan dari 20an kosa kata tersebut. Andai ada teman-teman yang bisa sungguh-sungguh mentadabburi ayat pendek ini, seraya membandingkannya dengan ucapan para ulama, niscaya akan muncul karya tulis
tadabbur yang tebal, hanya dari sekitar 20 kosa kata. Itulah mukjizat Al-Quran dan
bahasa arab yang merangkai tiap kata dan kalimatnya. Allah ta'ala berfirman:
mempesona. Bila kita benar-benar menyelaminya sembari menelaah ucapan para ulama dan ahli tafsir tentang maknanya, satu kitab pun tak akan cukup tuk mengupas
tuntas keindahan dan pesona tadabburnya. Bukan syarah atau penjelasan hukum dan faedah ilmiyah yang luas tentang puasa yang saya maksud, namun ia hanyalah tadabbur dan renungan makna yang disarikan dari 20an kosa kata tersebut. Andai ada teman-teman yang bisa sungguh-sungguh mentadabburi ayat pendek ini, seraya membandingkannya dengan ucapan para ulama, niscaya akan muncul karya tulis
tadabbur yang tebal, hanya dari sekitar 20 kosa kata. Itulah mukjizat Al-Quran dan
bahasa arab yang merangkai tiap kata dan kalimatnya. Allah ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
َArtinya : Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana yang telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. (QS.Al Baqarah : 183)
َArtinya : Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana yang telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. (QS.Al Baqarah : 183)
Para
ulama telah bersungguh-sungguh menelaah dan mentadabburi ayat ini dalam
berbagai kitab mereka baik tafsir, hadis maupun yang lainnya. Dibawah
ini adalah sedikit hasil dari telaah dan tadabbur mereka dalam
menjelaskan makna dan faedah dari ayat ini, bukan syarah hukum dan
penjelasan puasa, namun faedah tadabbur yang
hanya disarikan dari 20 kosa kata yang merangkai keagungan ayat kewajiban
berpuasa tersebut.
hanya disarikan dari 20 kosa kata yang merangkai keagungan ayat kewajiban
berpuasa tersebut.
Sebelum
menyelami tadabbur para ulama dalam ayat ini, perlu diketahui bahwa
ayat puasa ini turun di Madinah, sehingga kewajiban puasa ini juga awal
mulanya ada di Madinah. Ini memiliki hikmah tersendiri, sebagaimana yang
disebutkan oleh Al-Biqaa'i rahimahullah dalam kitabnya "Nadzhm Al-Durar (2/14)":
"Alasan diwajibkannya puasa ini di Madinah adalah bahwa tatkala mereka (para
sahabat) merasa aman dari permusuhan orang-orang musyrik, dan zaman fitnah
(kembali dari perang Badr dengan kemenangan), maka fitnah tersebut kembali
khususnya pada diri-diri mereka dengan adanya kelapangan dalam perkara
syahwat/hawa nafsu, yang mana hal ini tidak layak bagi orang-orang beriman yang
lebih memprioritaskan amalan akhirat daripada dunia".
disebutkan oleh Al-Biqaa'i rahimahullah dalam kitabnya "Nadzhm Al-Durar (2/14)":
"Alasan diwajibkannya puasa ini di Madinah adalah bahwa tatkala mereka (para
sahabat) merasa aman dari permusuhan orang-orang musyrik, dan zaman fitnah
(kembali dari perang Badr dengan kemenangan), maka fitnah tersebut kembali
khususnya pada diri-diri mereka dengan adanya kelapangan dalam perkara
syahwat/hawa nafsu, yang mana hal ini tidak layak bagi orang-orang beriman yang
lebih memprioritaskan amalan akhirat daripada dunia".
Selamat menyelami.
Puasa merupakan ibadah yang agak sulit dan melelahkan, sebab itu dalam
mewajibkannya Allah ta'ala menyeru kita dengan seruan yang indah dan penuh
kelembutan dan motivasi, agar kita bisa mendengar dan melaksanakannya dengan
ikhlas dan senang hati. Ada tiga poin motivasi dalam seruan-Nya yaitu:
mewajibkannya Allah ta'ala menyeru kita dengan seruan yang indah dan penuh
kelembutan dan motivasi, agar kita bisa mendengar dan melaksanakannya dengan
ikhlas dan senang hati. Ada tiga poin motivasi dalam seruan-Nya yaitu:
• 1.Panggilan cinta dan kemuliaan yang menunjukkan tingginya derajat kita sebagai
manusia yang tunduk dalam aturan dan perintah-Nya, tatkala ia menyeru kita dengan seruan "Wahai orang-orang yang beriman".
manusia yang tunduk dalam aturan dan perintah-Nya, tatkala ia menyeru kita dengan seruan "Wahai orang-orang yang beriman".
•2.Agar kita tidak merasa terzalimi oleh-Nya atau merasa tidak diistimewakan dari umat-umat sebelumnya, Dia pun menyatakan: "Sebagaimana (puasa ini) diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu". Ini juga berfungsi agar kita termotivasi untuk melaksanakannya dengan puasa yang lebih baik dan afdhol dari umat-umat
sebelumnya.
sebelumnya.
Dalam
penyerupaan kewajiban ini dengan kewajiban umat sebelumnya terdapat
hikmah yang besar, dan cara pembinaan yang baik yaitu menyemangati dan
menghibur orang-orang yang diembankan kewajiban dengan mengisahkan atau
menyebutkan bahwa kewajiban tersebut telah diemban oleh orang lain dan mampu menjalankannya.
menghibur orang-orang yang diembankan kewajiban dengan mengisahkan atau
menyebutkan bahwa kewajiban tersebut telah diemban oleh orang lain dan mampu menjalankannya.
•3.Untuk lebih memotivasi kita dalam menjalankannya, Dia menyebutkan hikmah
dibalik puasa ini, yaitu "Agar kalian bertakwa".
dibalik puasa ini, yaitu "Agar kalian bertakwa".
Panggilan " Hai orang-orang beriman" Menunjukkan bahwa orang yang menjawab
seruan ini dengan berpuasa maka ia adalah benar-benar mukmin sejati, sebaliknya
yang tidak menjawabnya dengan puasa keimanannya sangatlah kurang, dan bisa saja ia menjadi kafir kalau berkeyakinan bahwa puasa ini bukanlah suatu kewajiban.
seruan ini dengan berpuasa maka ia adalah benar-benar mukmin sejati, sebaliknya
yang tidak menjawabnya dengan puasa keimanannya sangatlah kurang, dan bisa saja ia menjadi kafir kalau berkeyakinan bahwa puasa ini bukanlah suatu kewajiban.
Lafadz "Kutiba" atau "Kitaaban" yang berarti penetapan dan kewajiban
dalam Al-Quran bermakna sesuatu yang wajib dan mesti dilakukan dan
terjadi, baik dari segi perkara syariat seperti dalam ayat puasa ini,
ataupun sesuatu yang berkaitan dengan takdir seperti ayat " Rabbmu telah
menetapkan (mewajibkan/ kataba) atas Diri-Nya rahmat. …" (QS Al-An'am:
54).
Ibadah
puasa ini wajib dan harus dilaksanakan, dan rahmat Allah ini mesti ada
dan tercurahkan atas mereka yang beriman. Keduanya menggunakan kata
"kutiba
(kitaabah)".
(kitaabah)".
Karena puasa ini adalah ibadah yang agak susah dan melelahkan, maka ketika
menyatakan kewajibannya dalam ayat ini, Allah tidak menyebutkan menisbatkan
nama-Nya secara langsung sebagai Dzat yang memberikan kewajiban ini sebab ia tidak layak untuk dinisbatkan pada yang sulit dan menyusahkan. Hal ini senada dengan firman-Nya : "Diwajibkan atas kamu untuk berperang…" (QS Al-Baqarah: 216), juga : " Hai orang-orang beriman diwajibkan atas kalian menerapkan qishash
dalam pembunuhan.”.." (QS Al-Baqarah: 178). Namun ketika dalam kewajiban yang mengandung rahmat dan kabar gembira Dia secara langsung menyebut nama-Nya atau menyandarkan perbuatan tersebut pada Dzat yang mewajibkannya contohnya dalam firman-Nya: " Rabbmu telah menetapkan (mewajibkan) atas Diri-Nya rahmat …" (QS Al-An'am: 54).
menyatakan kewajibannya dalam ayat ini, Allah tidak menyebutkan menisbatkan
nama-Nya secara langsung sebagai Dzat yang memberikan kewajiban ini sebab ia tidak layak untuk dinisbatkan pada yang sulit dan menyusahkan. Hal ini senada dengan firman-Nya : "Diwajibkan atas kamu untuk berperang…" (QS Al-Baqarah: 216), juga : " Hai orang-orang beriman diwajibkan atas kalian menerapkan qishash
dalam pembunuhan.”.." (QS Al-Baqarah: 178). Namun ketika dalam kewajiban yang mengandung rahmat dan kabar gembira Dia secara langsung menyebut nama-Nya atau menyandarkan perbuatan tersebut pada Dzat yang mewajibkannya contohnya dalam firman-Nya: " Rabbmu telah menetapkan (mewajibkan) atas Diri-Nya rahmat …" (QS Al-An'am: 54).
Satu ketaatan akan mendatangkan ketaatan yang lainnya. Dalam ayat ini
Allah ta'ala menyatakan bahwa puasa dapat membuahkan sifat taqwa. Dan
taqwa ini adalah semua amalan shalih menjalankan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya. Ini menunjukkan bahwa puasa bisa mendatangkan
ketaatan-ketaatan lainnya yang lebih banyak, baik berupa menjauhi
maksiat, tilawah al-quran sedekah (karena merasakan penderitaan fakir
miskin),, ataupun ibadah-ibadah lainnya.
Sebaliknya kalau tidak puasa tanpa udzur, maka akan mendatangkan adanya
maksiat-maksiat lain yang lebih banyak karena kemaksiatan –sebagaimana halnya kebaikan- juga menyebabkan adanya maksiat-maksiat lainnya.
maksiat-maksiat lain yang lebih banyak karena kemaksiatan –sebagaimana halnya kebaikan- juga menyebabkan adanya maksiat-maksiat lainnya.
Makna "agar kalian bertaqwa":
•1.Dengan ibadah puasa diharapkan agar kalian meraih sifat taqwa. Karena ia
berfungsi sebagai tazkiyatunnafs (penyuci jiwa), dan pembersihnya dari akhlak dan sifat yang buruk.
berfungsi sebagai tazkiyatunnafs (penyuci jiwa), dan pembersihnya dari akhlak dan sifat yang buruk.
•2.Dengan ibadah puasa engkau akan dimasukkan dalam golongan orang-orang
bertaqwa karena puasa merupakan syiar mereka.
bertaqwa karena puasa merupakan syiar mereka.
•3.Taqwa bisa bermakna tameng dan penghalang. Sehingga ibadah puasa yang
konsekuensinya adalah meninggalkan maksiat, karena bisa mengekang hawa nafsu dan mempersempit pintu masuk syaithan dalam tubuh manusia, pasti menjadi tameng dari api neraka, karena ia membuat lemah hawa nafsu dan menundukkannya.
konsekuensinya adalah meninggalkan maksiat, karena bisa mengekang hawa nafsu dan mempersempit pintu masuk syaithan dalam tubuh manusia, pasti menjadi tameng dari api neraka, karena ia membuat lemah hawa nafsu dan menundukkannya.
•4.Taqwa
sebagai penghalang dari maksiat. Artinya dengan puasa ini, seseorang
bisa mengekang hawa nafsunya dari berbuat dosa dan maksiat baik dalam
bulan puasa atau diluarnya.
• Tujuan suatu kewajiban atau amal ibadah yang disebutkan oleh Allah ta'ala
merupakan bagian dari suatu kewajiban juga, artinya melakukan kewajiban agar bisa melakukan kewajiban yang lain. Sama halnya dengan puasa yaitu kita melakukan puasa yang merupakan suatu kewajiban agar kita semua bisa mewujudkan kewajiban yang lain yaitu sifat taqwa.
merupakan bagian dari suatu kewajiban juga, artinya melakukan kewajiban agar bisa melakukan kewajiban yang lain. Sama halnya dengan puasa yaitu kita melakukan puasa yang merupakan suatu kewajiban agar kita semua bisa mewujudkan kewajiban yang lain yaitu sifat taqwa.
Ini juga sama halnya dengan ibadah shalat, sebagaimana
dalam firman-Nya: "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar" (QS Al-Ankabut: 45).
dalam firman-Nya: "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar" (QS Al-Ankabut: 45).
Artinya
shalat merupakan suatu kewajiban, dengan melaksanakannya maka akan bisa
mewujudkan kewajiban lain yaitu mencegah diri dari perbuatan keji dan
mungkar.
Dalam perintah suatu ibadah, Allah hanya menyebutkan tujuan dan hikmah
ibadah tertentu seperti yang disebutkan diatas, dan Dia sama sekali
tidak menyebutkan tentang nikmatnya suatu ibadah tersebut, atau tidak
menjadikan nikmat dan lezatnya suatu ibadah sebagai bagian dari tujuan
ibadah secara langsung.
Hikmah dari hal ini
adalah karena rasa nikmat dan kelezatan ibadah merupakan inti dari derajat ihsan, yang mana bila dijadikan sebagai bagian dari tujuan ibadah maka akan mempersulit kebanyakan orang yang melakukannya lantaran sulitnya untuk benar-benar mewujudkannya dalam hati.
adalah karena rasa nikmat dan kelezatan ibadah merupakan inti dari derajat ihsan, yang mana bila dijadikan sebagai bagian dari tujuan ibadah maka akan mempersulit kebanyakan orang yang melakukannya lantaran sulitnya untuk benar-benar mewujudkannya dalam hati.
"Diwajibkan atas kamu berpuasa …. Agar kamu Bertaqwa", Taqwa merupakan
derajat iman yang paling tinggi, tidak semua mukmin bisa mencapai
derajat ini kecuali orang-orang yang benar-benar bisa bersabar dalam
menjalani ibadah dan ujian Allah ta'ala. Artinya: untuk mencapai suatu
derajat yang tinggi, baik dalam urusan dunia apalagi akhirat, seseorang
harus menjalani tes, ujian bahkan rintangan, bila
bersabar dan berhasil melaluinya maka derajatnya akan terangkat, dan akan
dimuliakan, Ini sama halnya dengan ibadah puasa ini yang membutuhkan kesabaran dalam menjalaninya, sebab ia adalah ujian dan cobaan agar kita bisa meraih derajat
taqwa disisi-Nya.
bersabar dan berhasil melaluinya maka derajatnya akan terangkat, dan akan
dimuliakan, Ini sama halnya dengan ibadah puasa ini yang membutuhkan kesabaran dalam menjalaninya, sebab ia adalah ujian dan cobaan agar kita bisa meraih derajat
taqwa disisi-Nya.
Salah satu tanda orang yang sungguh-sungguh ingin bertakwa adalah yang
sungguh-sungguh menjalankan puasa "Agar kalian bertaqwa".
Sumber :Rumahtarbiyah.com